MENULIS ITU BERKATA
GK. ADIATMIKA (BPPP BANYUWANGI)
Menulis itu sebenarnya sama dengan dengan berbicara, hanya saja itu kau catat
(Helvy Tiana Rosa)
Mari kita bertanya kepada diri kita sendiri, apakah kita ingin menjadi seorang penulis seperti mereka...?!? Hingga hari ini, profesi penulis adalah salah satu pekerjaan yang sangat dihormati dan dihargai secara sosial. Kemampuan menulis dipandang sebagai indikator intelektualitas dan kematangan berfikir. Oleh karena itu, sesungguhnya banyak diantara kita yang ingin menjadi penulis, namun hanya sekian persen dari kita yang dapat mewujudkannya. Kerapkali kita dihadapkan pada bebagai variabel kendala dan hambatan, seperti:
1. Merasa tidak berbakat menulis
2. Tidak memiliki ide
3. Tidak suka menulis
4. Tidak memiliki waktu
5. Tidak berani menerima kritik
6. Dan lain sebagainya
Berbagai kendala dan hambatan tersebut sebenarnya lebih banyak disebabkan faktor internal, yaitu
tidak adanya motivasi dan etos yang kuat untuk menghasilkan sebuah karya tulis. Motivation is reason to do, motivasi adalah alasan untuk berbuat.
Jika kita tidak memiliki
alasan (rasional, emosional, sosial atau
spiritual) yang kuat untuk menulis, maka kendati kita memiliki bakat dan kemampuan yang cukup untuk menjadi seorang penulis, sampai kapanpun kita tidak akan menghasilkan sebuah karya tulis. Selain motivasi, etos dalam menulis juga sangat penting, karena ia
berhubungan dengan kerja keras, disiplin dan ketekunan.
Memiliki karya tulis yang dikenal luas sudah pasti salah satu keinginan para penulis. Dapat respons positif, dibicarakan banyak orang, lalu karyanya pun mendapatkan penghargaan. Rasanya seperti anugerah...!?!
Tapi sayangnya dalam proses penulisan, kadangkala ada saja momen kehabisan ide atau tulisannya tidak mengalir dengan indah. Bagi penulis profesional mungkin ini bukan perkara sulit, tapi bagi pemula ini bencana. Satu persatu ketakutan muncul di benak mereka. Takut tulisannya dianggap jelek dan tidak dibaca orang lalu berujung tidak menulis. Pikiran negatif yang hadir seringkali menjadi momok. Padahal bisa jadi yang menjadi masalah bukan ditulisannya, tapi pola pikir penulisnya.
Nah..., mindset apa saja sih... yang perlu dibenahi supaya bisa menulis dengan tenang...?
Takut Dalam Diri Sendiri
Mindset pertama yang perlu perlahan diubah adalah soal
ketakutan dalam diri. Takut tidak ada yang membaca, takut dianggap jelek tulisannya, sok tahu, dan lain sebagainya. “Intinya ada saja
alasan untuk tidak menulis, padahal belum dicoba.”
Ketakutan yang muncul itu sebenarnya wajar, karena Anda berusaha keluar dari zona nyaman.
Tapi hati-hati, jangan sampai
Anda menyesal karena tidak sama sekali mencoba.
Ketakutan sebagaimana contoh diatas, sebenarnya masalahnya hanya satu: Anda butuh validasi. Terlebih, orang juga cenderung
tidak ingin terlihat menyedihkan
di depan
orang lain. Anda pasti tidak mau khan...!!!
orang lain
melihat diri Anda yang masih di bawah sekali...!?! Itu
sebabnya Anda bertahan di zona
nyaman dengan dalih ketakutan tadi.
Saran: Coba dulu. Bagimana tulisan Anda dianggap jelek, tidak dibaca orang caranya dan sebagainya kalau Anda tidak menulis dan mempublikasikannya...?? Kadangkala pikiran kita saja yang rumit dan sulit, padahal kenyataannya tidak begitu. Jadi, coba dulu...!?!
Merasa Tidak Berbakat
Banyak kejadian, penulis berhenti menulis di tengah jalan.
Alasannya beragam, tapi salah satunya adalah minim pembaca. Kemudian menganggap
dirinya tidak berbakat.
Familiar...?!? Atau jangan-jangan Anda
juga pernah beranggapan demikian...??
Memang menulis tidak selamanya mudah. Ada saja hambatan yang muncul. Mulai dari kehabisan ide sampai
dapat “haters”. Halangan itu yang seringkali menjadi pemicu berkurangnya semangat menulis hingga merasa tidak berbakat. Tapi dalam menulis, sebenarnya bakat
bukan persoalan. “Karena tanpa bakat atau latar pendidikan
kepenulisan sekalipun, siapa saja bisa jadi penulis”.
Kuncinya hanya satu: latihan menulis sebanyak mungkin. Ada pepatah terkenal yang
bilang “practice
makes perfect”. Kedengarannya memang klise, tapi sayangnya tidak ada lagi yang
bisa membantu selain dengan berlatih untuk menjadi penulis profesional.
Saran: Membiasakan menulis dengan deadline sendiri. Bisa dengan menulis di blog pribadi atau mengirimkan artikel ke media online. Biasanya sekali berhasil diterbitkan, akan timbul keinginan lain untuk kembali menulis.
Pakai Bahasa Tinggi Supaya Telihat Pintar
Penulis kadang-kadang suka ‘latah’ menggunakan bahasa yang tidak dimengerti pembacanya. Menggunakan istilah-istilah asing yang tidak semua orang tahu atau kosa kata yang jarang dipakai. Dalihnya supaya terlihat meyakinkan. Padahal sejujurnya adalah supaya terlihat pintar dan keren saja, meskipun tidak semua penulis begitu.
Anda sendiri kalau baca tulisan yang terlalu banyak pakai bahasa tinggi suka bingung tidak...?? Dahi Anda pasti mengernyit tiap kali membaca tiap kalimatnya. Akhirnya karena tak kunjung mengerti makna tulisan dan merasa bukan Anda sasaran pembacanya, Anda pun meninggalkan tulisan itu.
Menulis itu sama saja dengan aksi menyampaikan pesan. Ide yang ditulis penulis itu adalah pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca. Maka dari itu, usahakan gunakan bahasa yang dimengerti dan sesuai dengan pembacanya.
Anda tidak mungkin membuat tulisan dengan bahasa ilmiah, padahal pembacanya anak-anak usia 5–12 tahun...!?! Yang ada tulisanmu membuat mereka bingung dan ditinggalkan...!!! Padahal fungsi tulisan khan salah satunya untuk memberikan informasi. Kalau yang baca kebingungan, pesannya otomatis belum tersampaikan dengan baik khan...?!?
Memang sih bisa menghasilkan karya dengan bahasa yang terlihat pintar itu keren. Rasanya seperti ada kepuasan tersendiri. Tapi kalau kebanyakan kosakata yang jarang dipakai, pembaca bisa ilfeel juga lho...!!! Intinya, jangan biarkan informasi yang Anda tulis itu cuma Anda yang mengerti.
Ingat: “write the way we talk, not talk the way we write”. Tapi harus tetap mengikuti kaidah penulisan masing- masing karya tulisnya ya...!?!
Saran: Selalu gunakan
bahasa yang mudah dimengerti, bahkan bisa dipahami oleh anak-anak sekalipun. Kurangi menggunakan kosakata yang jarang digunakan. Untuk memudahkan dalam berbahasa, Anda bisa gunakan tool seperti Hemingway Editor. Tapi sayangnya, belum ada tool serupa
untuk tulisan berbahasa Indonesia.
Bingung Harus Mulai dari Mana
Waktu pertama akan memulai menulis, kebanyakan orang, terutama pemula
pasti suka bilang,”Pengin sih
nulis, cuma
tidak tahu nulis
tentang apa
atau harus mulai dari mana.” Masalah
kebingungan harus mulai dari mana ini bukan hanya soal perencanaan konten, tapi juga saat proses penulisan sebuah artikel.
Kadang suka bingung
khan...!?! pembukanya yang enak
kayak gimana ya...?. Haruskah dibuka dengan data,
kata mutiara atau apa...? Akibat sibuk dengan pertanyaan ini, aktivitas menulis justru tidak dilakukan.
Saran: Anda bisa mulai dari mengomentari suatu konten yang ada di media sosial. Misalnya Anda liht perbedaan pendapat soal topik tertentu di Twitter sampai dibahas berhari-hari dan tidak ada selesainya, Anda bisa gunakan itu sebagai topik tulisanmu. Bisa dibuat berupa fun fact atau opini, tergantung Anda sukanya yang mana.
Itulah keempat kesalahan pola pikir dalam menulis yang sering terjadi pada pemula. Tapi semuanya bisa diatasi, jadi tetap semangat menulis ya...!?!
“Semua orang akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa.
Maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti”
(Ali bin Abi Thalib).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar