Menangkap ikan, adalah kegiatan perburuan seperti halnya
menangkap harimau, babi hutan atau hewan-hewan liar lainnya di hutan. Karena
sifatnya memburu, menjadikan kegiatan penangkapan ikan mengandung
ketidakpastian yang tinggi. Untuk mengurangi ketidakpastian hasil tangkapan
ikan tersebut, nelayan sudah sejak lama menggunakan sarana “cahaya” sebagai
alat bantu penangkapan ikan.
Sebelum teknologi electrical light berkembang dengan pesat seperti sekarang ini,
nelayan-nelayan di berbagai belahan dunia menggunakan cahaya lampu obor sebagai
alat bantu penangkapan ikan. Pada awalnya penggunaan lampu sebagai alat bantu penangkapan
ikan hanya terbatas pada perikanan tradisional yang terletak di pantai saja,
seperti perikanan pukat pantai, sero, dan beberapa alat tangkap bagan lainnya.
Namun, seiring dengan berkembangnya kegiatan perikanan tradisional menjadi
industri, pemanfaatan cahaya sebagai alat bantu berkembang luas untuk membantu
penangkapan ikan pada perikanan purse seine, bagan, stick
held deep nets, dan lain-lain.
Penggunaan cahaya listrik dalam kegiatan
penangkapan ikan pertama kali dikembangkan di Jepang sekitar tahun 1900, kemudian selanjutnya
berkembang ke berbagai belahan dunia. Indonesia sendiri, penggunaan lampu
sebagai alat bantu penangkapan ikan tidak diketahui dengan pasti. Diduga,
perikanan dengan alat bantu lampu berkembang dari bagian timur perairan
Indonesia dan menyebar ke bagian barat Indonesia.
Cahaya sebagai alat bantu penangkapan ikan
Pemanfaatan cahaya
sebagai alat bantu
Penangkapan ikan sesungguhnya sangat berkaitan dengan upaya
nelayan dalam memahami perilaku ikan dalam merespon perubahan lingkungan yang
ada di sekitarnya. Hampir semua ikan menggunakan matanya dalam aktivitas
hidupnya, seperti memijah, mencari makan, dan menghindari serangan ikan besar
atau binatang pemangsa lainnya. Cahaya merupakan faktor utama bagi ikan dalam
rangka mempertahankan hidupnya. Atas dasar pengetahuan tersebut, maka nelayan
menggunakan cahaya buatan untuk mendorong ikan melakukan aktivitas tertentu.
Secara umum, respon ikan terhadap sumber cahaya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
bersifat phototaxis positif (ikan yang mendekati datangnya
arah sumber cahaya) dan bersifat phototaxis negatif (ikan yang
menjauhi datangnya arah sumber cahaya).
Ikan-ikan yang bersifat phototaxis positif secara berkelompok akan bereaksi terhadap
datangnya cahaya dengan mendatangi arah datangnya cahaya dan berkumpul di
sekitar cahaya pada jarak dan rentang waktu yang tertentu. Selain menghindar
dari serangan predator (pemangsa), beberapa teori menyebutkan bahwa
berkumpulnya ikan disekitar lampu adalah untuk kegiatan mencari makan.
Namun demikian, tingkat gerombolan ikan dan ketertarikan ikan
pada sumber cahaya bervariasi antar jenis ikan. Perbedaan tersebut secara umum
disebabkan karena perbedaan faktor phylogenetic dan ekologi,
selain juga oleh karakteristik fisik sumber cahaya, khususnya tingkat
intensitas dan panjang gelombangnya. Hasil kajian beberapa peneliti menyebutkan
bahwa, tidak semua jenis cahaya dapat diterima oleh mata ikan. Hanya cahaya
yang memiliki panjang gelombang pada interval 400 sampai 750 nanometer yang
mampu ditangkap oleh mata ikan.
Pemanfaatan cahaya
Pemanfaatan cahaya untuk alat bantu penangkapan
ikan dilakukan dengan memanfaatkan sifat fisik dari
cahaya buatan itu sendiri. Masuknya cahaya ke dalam air, sangat erat
hubungannya dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh cahaya tersebut.
Semakin besar panjang gelombangnya maka semakin kecil daya tembusnya kedalam
perairan.
Faktor lain yang juga menentukan masuknya cahaya
ke dalam air
adalah absorbsi (penyerapan) cahaya oleh partikel-partikel air, kecerahan,
pemantulan cahaya oleh permukaan laut, musim dan lintang geografis. Dengan
adanya berbagai hambatan tersebut, maka nilai iluminasi (lux) suatu
sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya
tersebut.
Dengan sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh
cahaya dan
kecenderungan tingkah laku ikan dalam merespon adanya cahaya, nelayan kemudian
menciptakan cahaya buatan untuk mengelabuhi ikan sehingga melakukan tingkah
laku tertentu untuk memudahkan dalam operasi penangkapan ikan. Tingkah laku
ikan kaitannya dalam merespon sumber cahaya yang sering dimanfaatkan oleh
nelayan adalah kecenderungan ikan untuk berkumpul di sekitar sumber cahaya.
Untuk tujuan menarik ikan dalam luasan yang
seluas-luasnya,
nelayan biasanya menyalakan lampu yang bercahaya biru pada awal operasi
penanggkapannya. Hal ini disebabkan cahaya biru mempunyai panjang gelombang
paling pendek dan daya tembus ke dalam perairan relatif paling jauh
dibandingkan warna cahaya tampak lainnya, sehingga baik secara vertikal maupun
horizontal cahaya tersebut mampu mengkover luasan yang relatif luas
dibandingkan sumber cahaya tampak lainnya.
Setelah ikan tertarik mendekati cahaya, ikan-ikan tersebut kemudian dikumpulkan sampai
pada jarak jangkauan alat tangkap (catchability area) dengan menggunakan
cahaya yang relatif rendah frekuensinya, secara bertahap. Cahaya merah
digunakan pada tahap akhir penangkapan ikan.
Berkebalikan
dengan cahaya biru, cahaya merah yang mempunyai panjang gelombang yang relatif
panjang diantara cahaya tampak, mempunyai daya jelajah yang relatif terbatas.
Sehingga, ikan-ikan yang awalnya berada jauh dari sumber cahaya (kapal), dengan
berubahnya warna sumber cahaya, ikut mendekat ke arah sumber cahaya sesuai
dengan daya tembus cahaya merah. Setelah ikan terkumpul di dekat kapal (area
penangkapan alat tangkap), baru kemudian alat tangkap yang sifatnya mengurung
gerombolan ikan seperti purse seine, sero atau lift nets dioperasikan
dan mengurung gerakan ikan. Dengan dibatasinya gerakan ikan tersebut, maka
operasi penangkapan ikan akan lebih mudah dan nilai keberhasilannya lebih
tinggi.
Tantangan
Pemanfaatan lampu sebagai alat bantu penangkapan
ikan telah
berkembang secara cepat sejak ditemukan lampu listrik. Sebagian besar nelayan
beranggapan bahwa semakin besar intensitas cahaya yang digunakan maka akan
memperbanyak hasil tangkapannya. Tidak jarang nelayan menggunakan lampu yang
relatif banyak jumlahnya dengan intensitas yang tinggi dalam operasi
penangkapannya. Anggapan tersebut tidak benar, karena masing-masing ikan
mempunyai respon terhadap besarnya intensitas cahaya yang berbeda-beda.
Studi terhadap besarnya nilai intensitas cahaya yang mampu menarik ikan pada setiap jenis ikan
perlu dilakukan. Hal ini penting, selain agar ikan target tepat berada dalam
area penangkapan, juga untuk menghindari pengurasan ikan tangkapan dan
pemborosan biaya penangkapan. Sebab tidak jarang, dalam operasi penangkapan
ikan dengan alat bantu cahaya ini ikan-ikan yang belum layak ditangkap (belum
memijah) atau bahkan masih juvenile ikut tertangkap sebagai
hasil tangkapan ikan sampingan. Bila ini dilakukan terus-menerus, maka
kerusakan sumberdaya ikan tinggal menunggu waktunya.
Oleh karena itu, banyak sekali kajian-kajian
yang telah dilakukan selalu merekomendasikan untuk penghapusan alat tangkap
yang menggunakan alat bantu ini. Hal ini disebabkan tingginya tingkat
ketidakselektifan alat tangkap yang menggunakan lampu dalam operasi penangkapan
ikan. Merupakan pekerjaan besar bagi perekayasa alat penangkapan ikan ke depan
untuk membuat alat tangkap yang mampu menseleksi hasil tangkapannya sehingga
mengurangi hasil tangkapan sampingan.
SPESIFIKASI TEKNIS LAMPU DALAM AIR
# Jenis Lampu : Bohlam Pijar 500 Watt
Dudukan Lampu : Resin BQTN
Kerangka Stainles Steel : Delta (Ǿ diameter ) 5 mm
System Kedap Air : Sela Silikon Rubber
Stabilisator (Pemberat) : Besi Tebal 10 mm Dilapisi Chrom
Kabel : 12 Meter
Dimer : Kapasitas 600 Watt
Tali Penggulung (tambang): 10 meter
Sumber Listrik : AC (Genset) 220 Volt
Dudukan Lampu : Resin BQTN
Kerangka Stainles Steel : Delta (Ǿ diameter ) 5 mm
System Kedap Air : Sela Silikon Rubber
Stabilisator (Pemberat) : Besi Tebal 10 mm Dilapisi Chrom
Kabel : 12 Meter
Dimer : Kapasitas 600 Watt
Tali Penggulung (tambang): 10 meter
Sumber Listrik : AC (Genset) 220 Volt
# Jenis
Lampu : Bohlam Mercury 250 Watt
Dudukan Lampu : Alluminium Cor + Resin
Rangka : Besi dilapisi Chrom diameter 6 mm
System Kedap Air : Sela Silikon Rubber
Stabilisator (Pemberat) : Besi Tebal 11 mm Dilapisi Chrom
Panjang Kabel : 12 Meter
Dimer : Kapasitas 600 Watt
Tali PE (tambang) : diameter 6 mm, Panjang 12 meter
Sumber Listrik : AC (Genset) 220 Volt
Dudukan Lampu : Alluminium Cor + Resin
Rangka : Besi dilapisi Chrom diameter 6 mm
System Kedap Air : Sela Silikon Rubber
Stabilisator (Pemberat) : Besi Tebal 11 mm Dilapisi Chrom
Panjang Kabel : 12 Meter
Dimer : Kapasitas 600 Watt
Tali PE (tambang) : diameter 6 mm, Panjang 12 meter
Sumber Listrik : AC (Genset) 220 Volt
Itulah sekilas tentang lampu dalam air, guna membantu para nelayan mencari ikan. Smoga bermanfaat...Thanks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar